Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Interaksi Tata Guna Lahan – Transportasi

Interaksi guna lahan dan transportasi merupakan intereaksi yang sangat dinamis dan komplek. Interaksi ini melibatkan berbagai aspek kegiatan serta berbagai kepentingan. Perubahan guna lahan akan selalu mempengaruhi perkembangan transportasi dan sebaliknya. Didalam kaitan ini, Black menyatakan bahwa pola perubahan dan besaran pergerakan serta pemilihan moda pergerakan merupakan fungsi dari adanya pola perubahan guna lahan di atasnya. Sedangkan setiap perubahan guna lahan dipastikan akan membutuhkan peningkatan yang diberikan oleh sistim transportasi dari kawasan yang bersangkutan (Black, 1981:99).



Untuk menjelaskan bagaimana interaksi itu terjadi, Mejer menunjukan kerangka sistim interaksi guna lahan dan transportasi. Perkembangan guna lahan akan membangkitkan arus pergerakan, selain itu perubahan tersebut akan mempengaruhi pula pola persebaran pola permintaan pergerakan. Sebagai konsekwensi dari perubahan tersebut adalah adanya kebutuhan sistim jaringan serta sarana transportasi. Sebaiknya konsekwensi dari adanya peningkatan penyediaan sistim jaringan serta sarana transporasi akan membangkitkan arus pergerakan baru, seperti terlihat pada Bagan Sistem Interaksi Guna Lahan Transportasi (Meyer dan Meler, 1984:63) berikut:
Bagan Sistem Guna Lahan dan Transportasi (Meyer, 1984)


A.   AKSESIBILITAS

Konsep dasar dari interaksi atau hubungan antara tata guna lahan dan transportasi adalah aksesibilitas (Peter, 1975:307). Aksesibilitas adalah konsep yang menggabungkan sistim pengaturan tata guna lahan secara geografis dengan sistim jaringan transportasi yang menghubungkannya. Aksesibilitas adalah suatu ukuran kenyamanan atau kemudahan mengenai cara lokasi tata guna lahan berinteraksi satu sama lain dan ‘’mudah’’  atau  ‘’susahnya’’ lokasi tersebut dicapai melalui sistim jaringan transportasi  (Black dalam Tamin,  2000:32).  Gerak manusia  kota  dalam kegiatannya adalah dari rumah ke tempat bekerja,  ke sekolah, ke pasar, ke toko, ke tempat hiburan, kemudahan bagi penduduk untuk menjembatani jarak antara berbagai pusat kegiatan disebut tingkatan daya jangkau atau aksesibilitas (Jayadinata, 1992:156).

Interaksi seperti dikemukakan tersebut menunjukan bahwa pekerjanya sistim interaksi guna lahan dan transportasi sangat dinamis dan melibatkan unsur-unsur lain sebagai pembentuk watak setiap komponen seperti pada komponen guna lahan terliput adanya unsur kependudukan, sosial ekonomi, ekonomi wilayah, harga lahan dan sebagainya. Selain itu komponen sistim transportasi terliput adanya unsur kemajuan teknologi, keterbatasan sistem jaringan , sistem operasi dan lain sebagainya. Implikasi dari perubahan atau perkembangan sistem aktivitas adalah meningkatkan kebutuhan prasarana dan sarana dalam bentuk pemenuhan kebutuhan aksesibilitas, peningkatan aksesibilitas ini selanjutnya akan memicu berbagai  perubahan guna lahan. Proses perubahan yang saling mempengaruhi ini akan berlangsung secara dinamis.

Apabila tata guna lahan saling berdekatan dan hubungan transportasi antar tata guna lahan tersebut mempunyai kondisi baik, maka aksesibilitas tinggi, sebaiknya, jika aktivitas tersebut saling terpisah jauh, dan hubungan transportasi jelek, maka aksesibilitas rendah. Sedangkan  kombinasi antar keduanya mempunyai aksesibilitas menengah.

Guna lahan dapat mengidentifikasi kegiatan perkotaan disetiap zona yang bersangkutan . Setiap zona dapat dicirikan dengan tiga ukuran , yaitu jenis kegiatan, intensitas penggunaan, dan aksesibilitas antar guna lahan  (Warpani, 1990 :74-77). Secara terperinci, hal ini dapat dijelaskan sebagai berikut : 

1. Jenis kegiatan
Jenis kegiatan dapat ditelaah dari dua aspek, yaitu yang umum menyangkut penggunaannya  (komersial, permukiman) dan yang khusus sejumlah ciri yang lebih spesifik  (daya dukung lingkungan, luas, fungsi). Setiap jenis kegiatan menuntut karateristik sistem transportasi tertentu, sesuai dengan bangkitan yang  ditimbulkan.

2. Intensitas guna lahan
Ukuran intensitas guna lahan dapat ditunjukkan oleh kepadatan bangunan dan dinyatakan dengan nisbah luas lantai perunit luas tanah. Ukuran ini secara khusus belum dapat mencerminkan intensitas pada kegiatan yang bersangkutan . Data ini bersama-sama dengan jenis kegiatan menjelaskan tentang besarnya perjalanan dari setiap zona.

3. Hubungan antar guna lahan
Ukuran ini berkaitan dengan daya hubung antar zona yang terdiri dari jenis kegiatan tertentu. Untuk mengukur tingkat aksesibilitas dapat dikaitkan antara pola jaringan  pergangkutan kota dengan potensi guna lahan yang bersangkutan .

Kebijakan mengenai tata ruang sangat erat kaitannya dengan kebijakan transportasi,.ruang  merupakan kegiatan yang ditempatkan atas lahan kota, sedangkan transportasi merupakan sistem jaringan yang secara fisik menghubungkan satu ruang kegiatan dengan ruang kegiatan lainnya. 
Bila akses transportasi kesuatu ruang kegiatan (persil lahan) diperbaiki, ruang kegiatan tersebut akan menjadi lebih menarik, dan biasanya menjadi lebih berkembang. Dengan berkembangnya ruang kegiatan tersebut, meningkat pula kebutuhan akan transportasi. Peningkatan ini  kemudian menyebabkan kelebihan beban pada transportasi yang harus ditanggulangi, dan siklus akan terulang kembali bila aksesibilitas diperbaiki.

Meyer dalam bukunya  ‘’urban transpotation planning ‘’, menyimpulkan bahwa sistem interaksi guna lahan dan transportasi  tidak pernah mencapai keseimbangan, misalnya populasi sebagai salah satu sub sistem selalu berkembang setiap saat mengakibatkan sub sistem lainnya akan berubah untuk mengantisipasi kondisi, yang pasti adalah sistem tersebut akan selalu menuju keseimbangan.

B.  BANGKITAN  DAN PERGERAKAN 

Bangkitan pergerakan adalah tahapan pemodelan yang memperkirakan jumlah pergerakan  yang berasal dari suatu zona atau tata guna lahan dan jumlah pergerakan yang tertarik kesuatu tata guna lahan atau zona . Pergerakan lalu-lintas merupakan  fungsi tata guna lahan yang menghasilkan pergerakan lalu-lintas. Bangkitan dan tarikan lalu-lintas tergantung  pada dua aspek tata guna lahan menurut (Tamin, 2000:41), yaitu :

1. Jenis tata guna lahan 
Bahwa jenis guna lahan yang berbeda seperti permukiman, perdagangan, pendidikan  mempunyai ciri bengkitan  lalulintas yang berbeda pada jumlah arus lalu-lintas, jenis lalu-lintas, lalu-lintas pada waktu yang berbeda.

2. Jumlah aktivitas dan intensitas pada tata guna lahan
Bahwa bangkitan pergerakan  tidak hanya beragam disebabkan oleh jenis tata guna lahan, tetapi juga oleh tingkat aktivitasnya. Semakin tinggi tingkat penggunaan lahan, semakin tinggi pergerakan arus lalu lintas yang dihasilkan. Sementara itu Martin menyatakan bahwa bangkitan lalu lintas dipengaruhi oleh beberapa faktor (Martin dalam Warpani, 1990:111) antara lain:

  1. Maksud perjalanan, merupakan ciri khas sosial suatu pejalanan.  Misalnya  ada yang bekerja, sekolah, dan sebagainya.
  2. Penghasilan keluarga, penghasilan merupakan ciri khas lain yang bersangkut paut dengan perjalanan seseorang. Perubahan ini kontinu walaupun terdapat beberapa golongan penghasilan. Penghasilan keluarga berkaitan erat dengan pemilikan kendaraan.
  3. Pemilikan kendaraan, yang berkaitan dengan perjalanan perorangan (per unit rumah) dalam pemilihan moda dan karakteristik penduduk
  4. Guna lahan ditempat asal, merupakan ciri khas fisik yang dapat diukur. Mempelajari tata guna lahan adalah cara yang baik untuk mempelajari lalu lintas sebagai adanya kegiatan selama ini tersebut terukur, konstan, dan dapat diramalkan
  5. Jarak dari Pusat Kegiatan, yang berkaitan dengan kepadatan penduduk dan pemilihan moda.
  6. Jauh perjalanan, adalah ciri khas alami yang dapat dijadikan parameter dalam menentukan peruntukan lahan
  7. Moda perjalanan, merupakan sisi lain dari maksud perjalanan yang dapat digunakan untuk mengelompokan macam perjalanan. Setiap moda mempunyai kekhususan dalam transportasi kota dan mempunyai beberapa keuntungan disamping sejumlah kekurangan.
  8. Penggunaan kendaraan, dapat dinyatakan dengan jumlah orang perkendaraan.
  9. Guna Lahan ditempat tujuan, pada hakekatnya tidak jauh berbeda dengan guna lahan ditempat asal
  10. Saat, terutama menentukan volume lalu lintas pada jam-jam tertentu dengan kepadatan yang berbeda         

Post a Comment for "Interaksi Tata Guna Lahan – Transportasi "