Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Jaringan Pelayanan Angkutan Kota

1. Tipe Jaringan Rute Pelayanan 

Kualitas dan memadainya suatu penyelenggaraan pelayanan sistem angkutan kota adalah dengan tersedianya jaringan rute pelayanan yang ideal untuk suatu wilayah tertentu. Di banyak kota sistem jaringan angkutan kota menggunakan beberapa tipe secara kombinasi yang sesuai dengan karakteristik kota yang bersangkutan. Tipe utama jaringan angkutan umum (Grey dan Hoel, 1979: 126) adalah:

a. Pola Radial
Di kota-kota dengan aktifitas utamanya terkonsentrasi di kawasan pusat kota akan membentul pola jaringan jalan tipe radial, yaitu dari kawasan CBD (Central Bussiness District) ke wilayah pinggiran kota. Pola jalan seperti ini akan berpengaruh pada rute angkutan kota dalam pelayanannya, yaitu melayani perjalanan menuju pusat kota dimana terkonsentrasinya berbagai macam aktifitas utama seperti tempat kerja, fasilitas kesehatan, pendidikan, perbelanjaan, dan hiburan. Pola jaringan angkutan kota yang bersifat radial adalah seperti ditunjukkan pada gambar:



Tipe Jaringan Angkutan Umum - Pola Jaringan Radial (Grey dan Hoel, 1979)

Perkembangan dan perubahan guna lahan di kota dengan pola jaringan angkutan kota yang orientasinya bersifat radial akan mengalami kesulitan dalam menyediakan pelayanan yang layak dan memadai dalam mewadahi perkembangan aktifitas penduduk, sehingga diperlukan suatu pendekatan baru untuk mengatasi permasalahan tersebut.

b. Pola Grid
Jaringan angkutan kota yang berpola grid bercirikan jalur utama yang relatif lurus, rute-rute paralel bertemu dengan interval yang tetartur dan bersilangan dengan kelompok rute-rute lainnya yang mempunyai karakteristik serupa. Pola demikian pada umumnya hanya dapat terjadi pada wilayah dengan geografi yang datar atau topografi yang rintangannya sedikit. Berikut gambar ilustrasi pola jaringan grid:

Tipe Jaringan Angkutan Umum - Pola Jaringan Grid (Grey dan Hoel, 1979)

Keuntungan dari pola dengan sistem demikian, untuk wilayah dengan aktifitas kegiatan yang tersebar di berbagai tempat, pengendara dapat bergerak dari suatu tempat ke tempat lainnya tanpa harus melalui titik pusat (melewati CBD). 
Kerugian dari sistem ini yaitu jika akan bergerak dari suatu tempat ke berbagai tempat lainnya kerap diperlukan perpindahan angkutan. 

Pelayanan yang baik pada pola grid dipengaruhi oleh headway yang tinggi. Dalam suatu wilayah dengan populasi tinggi, pelayanan angkutan kota yang jarang dengan headway rendah tidak memungkinkan penggunaan pola grid.

c. Pola Radial Criss-Cross
Satu cara untuk mendapatkan karakteristik tertentu dari sistem grid dan tetap mempertahankan keuntungan dari sistem radial adalah dengan menggunakan garis criss-cross dan menyediakan point tambahan untuk mempertemukan garis garis tersebut, seperti pusat perbelanjaan atau pusat pendidikan.
Tipe Jaringan Angkutan Umum - Pola Jaringan Radial Criss-Cross (Grey dan Hoel, 1979)

Gambar diatas menggambarkan empat jalur yang beroperasi langsung dari CBD ke pusat perbelanjaan dikawasan pinggiran kota. Pada pola grid murni tidak ada pelayanan yang menghubungkan langsung dari CBD ke kawasan pinggiran kota. Dengan criss-cross, jalur tersebut menyediakan tipe grid untuk memberi kesempatan melakukan transfer ke wilayah diantara keduanya.

d. Pola Jalur Utama dengan Feeder
Pola jalur utama dengan feeder didasarkan pada jaringan jalan arteri yang melayani perjalanan utama yang sifatnya koridor. Dikarenakan faktor topografi, hambatan geografi, dan pola jaringan jalan, sistem dengan pola ini lebih disukai. Kerugian pola ini adalah penumpang akan memerlukan perpindahan moda, keuntungannya adalah tingkat pelayanan yang lebih tinggi pada jalan-jalan utama. Berikut ilustrasi pola jalur utama dengan feeder:

Tipe Jaringan Angkutan Umum - Pola Jalur Utama dengan Feeder (Grey dan Hoel, 1979)

Jaringan rute angkutan umum ditentukan oleh pola tata guna tanah. Adanya perubahan pada perkembangan kota maka diperlukan penyesuaian terhadap rute untuk menampung demand (permintaan) agar terjangkau oleh pelayanan umum. Untuk angkutan umum, rute ditentukan berdasarkan moda transportasi. Seperti pemilihan moda, pemilihan rute tergantung pada alternatif terpendek, tercepat, dan termurah, dan juga diasumsikan bahwa pemakai jalan mempunyai informasi yang cukup (misalnya tentang kemacetan jalan) sehingga mereka dapat menentukan rute yang terbaik (Tamin, 2000: 45).

Dalam sistem jaringan rute, Setijowarno dan Frazila (2001: 212) menyatakan bahwa aspek yang berkaitan dengan jarak antar rute merupakan aspek yang cukup penting untuk diperhatikan karena jarak antar rute berpengaruh langsung terhadap penumpang dan operator. Terdapat empat faktor yang perlu diperhatikan yaitu lebar koridor daerah pelayanan, frekuensi pelayanan, jarak tempuh penumpang ke lintasan rute, dan waktu tunggu rata-rata di perhentian.

Pengoperasian angkutan kota sedapat mungkin menghindari kemacetan. Penyusunan rute harus lebih mempertimbangkan kemampuan dan kapasitas tiap ruas jalan karena volume lalu lintas dalam kota umumnya padat. Beberapa literatur menurut Tamin (1993: 7) memberikan gambaran, bahwa angkutan umum jenis fixed-route dengan pola pergerakan yang memusat (radial) akan berakumulasi di kawasan pusat kota dan jika tidak dibarengi dengan sistem jaringan yang baik, maka akan merupakan penyebab kemacetan yang sangat kronis. Studi penelitian lain mengungkapkan bahwa pengurangan jumlah kendaraan di kawasan CBD menunjukkan pengurangan kemacetan lalu lintas di kawasan bersangkutan.

Lebih lanjut oleh Direktorat BSLLAK Dirjen Perhubungan Darat (1998: 29), disarankan agar trayek yang melalui pusat kota tidak berhenti dan mangkal di pusat kota tetapi jalan terus, karena hal ini akan berdampak kepada kemacetan lalu lintas disekitar disekitar terminal pusat kota.

2. Daerah Pelayanan Rute Angkutan Umum 

Daerah pelayanan rute angkutan umum adalah daerah dimana seluruh warga dapat menggunakan atau memanfaatkan rute tersebut untuk kebutuhan perjalanannya. Daerah tersebut dapat dikatakan sebagai daerah dimana orang masih cukup nyaman untuk berjalan ke rute angkutan umum untuk selanjutnya menggunakan jasa pelayanan angkutan tersebut untuk maksud perjalanannya. Besarnya daerah pelayanan suatu rute sangat tergantung pada seberapa jauh berjalan kaki itu masih nyaman. Jika batasan jarak berjalan kaki yang masih nyaman untuk penumpang adalah sekitar 400 meter atau 5 menit berjalan kaki, maka daerah pelayanan adalah koridor kiri kanan rute dengan lebar sekitar 800 meter.

3. Route Directness

Route directness berkaitan dengan daerah pelayanan rute angkutan umum. Route direcness adalah nilai perbandingan antara jarak yang ditempuh oleh rute dari titik asal ke titik tujuan terhadap jarak terdekat kedua titik tersebut jika berupa garis lurus. Nilai route direcness suatu rute angkutan umum yang besar menunjukkan berbelok-beloknya rute tersebut dan kondisi ini menunjukkan semakin jauh dan lama perjalanan yang harus ditempuh sesorang.

Nilai route directness selalu diusahakan sekecil mungkin agar penumpang nagkutan umum dapat melakukan perjalanan dari asal ke tujuannya seefisien mungkin. Biasanya nilai route directness yang kecil sangat sulit dicapai yang disebabkan karena adanya keterbatasan-keterbatasan seperti kondisi struktur jaringan jalan dan kondisi geografis yang tidak menguntungkan.

4. Aksesibilitas 

Black (1981) dalam Tamin (2000 ; 32) mengatakan bahwa aksesibilitas adalah suatu ukuran kenyamanan atau kemudahan mengenai cara lokasi tata guna lahan berinteraksi satu sama lain dan mudah atau susahnya lokasi tersebut dicapai melalui sistem jaringan transportasi. 

Menurut Tamin (2000 ; 39), aksesibilitas merupakan alat untuk mengukur potensial dalam melakukan perjalanan dengan menggabungkan sebaran geografis tata guna lahan dengan kualitas sistem jaringan transportasi yang menghubungkannya. Konsep ini juga dapat digunakan untuk mengidentifikasi suatu daerah di dalam suatu wilayah perkotaan atau sekelompok manusia yang mempunyai masalah aksesibilitas atau mobilitas terhadap aktivitas tertentu.




Daftar Pustaka:
B. G. Hutchinson (1974) Principles of Urban Trandport System Planning. Washington D. C: Scripta Book Company.
Black, J.A., (1981) Urban Transport Planning: Theory and Practise. London: Cromm Helm.
Boris S. Pushkarev (1977) Public Transportation and Land Use Policy. Bloomington: Indiana University Press.
Bruton, M.J., (1985) Introduction to Transport Planning. Third Edition. London: Anchor Brendon Ltd.
Chapin, F. Stuart Jr., and (1979) Urban Land Use Planning, Third Edition. Chicago: University of Illinois Press.
Effendi dan Manning (1989) “Prinsip-prinsip Analisisi Data”. Dalam Masri Singarimbun dan Sofian Effendi. Metode Penelitian Survai. Edisis Revisi. Jakarta: LP3ES, hal. 263-298.
Hadi Sabari Yunus (2000) Struktur Tata Ruang Kota. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Idwan Santoso (1996). Perencanaan Prasarana Angkutan Umum. Pusat Studi Transportasi & Komunikasi, Institut Teknologi Bandung. Bandung.
Levinson, Hebert S. (1982) Urban Transportasion. New York.
Morlok, Edward K. (1978) Pengantar Teknik dan Perencanaan Transportasi. Alih Bahasa Johan Kelanaputra Hainim. Editor Yani Sianipar. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Nazir, Mohamad (1988) Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia.
Nobert Oppenheim (1975) Urban Travel Demand Modeling. John Wiley & Sons, Inc.
Peter R. Stopher, Arnim H. Meyburg (1975) Urban Transportation Modeling and Planning. Forth edition. D. C. Health and Company.
Perencanaan Transportasi (1996). Lembaga Pengabdian Kepada Masyarakat, Institut Teknologi Bandung. Bandung
Perencanaan Sistem Angkutan Umum (1997). Lembaga Pengabdian Kepada Masyarakat, Institut Teknologi Bandung, Bandung.
Setjowarno, D. dan Frazila, R.B (2001) Pengantar Sistem Transportasi. Edisi pertama. Semarang: Penerbit Universitas Katolik Soegijapranata.
Tesis Susanto Adi Wibowo, Kajian Kinerja dan Pengembangan Rute Angkutan Umum Penumpang Dalam Kota di Kota Salatiga (Program Pasca Sarjana Universitas Diponegoro Semarang Tahun 2003)
Tamin, Ofyar Z. (2000) Perencanaan dan Permodelan Transportasi. Edisi ke-2. Bandung: Penerbit ITB.
Warpani, Suwarjoko (1990) Merencanakan Sistem Perangkutan. Bandung: Penerbit ITB.
Wells, GR (1975) Comprehensive Transport Planning. London: Charles Griffin & Comp. Ltd
Wright, PH (1989). Transportation Engineering Planning and Design. New York: John Wiley & Sons, Inc.



1 comment for "Jaringan Pelayanan Angkutan Kota"

BELAJAR BAHASA July 10, 2020 at 1:31 AM Delete Comment
sangat menarik