Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Pemukiman Kembali (Involuntary Resettlement)

Pengertian Pemukiman Kembali 
Pemukiman kembali atau resettlement adalah dari kata settlement yang berarti (Oxford learner’s pocket dictionary, 1995):
“property given to a person, process of settling people in a place, place where they settle (make one’s permanent home in a place) “
Involuntary resettlement is: (Asian Development Bank, 1995)
“Development project results in unavoidable resettlement losses, that people affected have no option but to rebuild their lives, incomes and asset bases elsewhere”



Pemukiman kembali memiliki dua pengertian:

  1. Proses pemindahan penduduk dari lokasi tempat tinggal ke lokasi tempat tinggal yang baru yang telah ditetapkan pemerintah dan sesuai dengan pengembangan perumahan. Pada proses pemindahan penduduk ini tak lepas dari penyesuaian kondisi sosial, ekonomi dan budaya penduduk yang direlokasikan.
  2. Proses pemberian kompensasi (ganti rugi).
Proses pemberian kompensasi adalah proses pemberian imbalan berupa uang senilai dengan harga tanah dan atau berupa bangunan serta fasilitas lainnya berikut dengan segala tumbuhan yang menghasilkan di tempat yang terkena pekerjaan. 
Kompensasi yang berupa tanah atau bangunan rumah serta fasilitas lainnya harus sesuai dengan nilai dan luasan tanah, kondisi bangunan rumah, serta fasilitas lain yang terdapat di atas tanah yang ditinggalkan

Pemukiman kembali pengungsi akan menjadi sebuah pertimbangan penting dalam mengidentifikasi proyek. Ada tiga elemen penting dalam pemukiman kembali pengungsi yaitu (Asian Development Bank, 1995:9, 1998):

  1. Kompensasi untuk aset-aset yang hilang, kehilangan penghidupan dan pendapatan.
  2. Membantu merelokasi dengan fasilitas dan pelayanan yang tepat.
  3. Membantu untuk merehabilitasi sampai mencapai sekurang-kurangnya tingkat kesejahteraan yang sama dengan ketika tanpa proyek. 


Pemukiman kembali pengungsi mengikuti beberapa prinsip dasar sebagai berikut:(Asian Development Bank, 1995:9-10)

  1. Pemukiman kembali dapat dikerjakan dengan mudah.
  2. Dimana perpindahan penduduk yang tak dapat dielakan dapat diperkecil dengan memeriksa semua pilihan-pilihan yang berhubungan dengan proyek yang akan dilaksanakan.
  3. Apabila setiap individu atau masyarakat kehilangan tanah mereka, ini berarti kehidupan, dukungan sistem-sistem sosial atau penghidupan, harus diatur dalam proses proyek, sehingga mereka akan diberi kompensasi dan dibantu, supaya masa depannya dari sisi ekonomi dan sosial akan sekurang-kurangnya sama dengan bila tidak ada proyek.
  4. Beberapa pemukiman kembali pengungsi sebagai bagian dari proyek pembangunan atau program pembangunan serta perencanaan harus disediakan skala waktu yang tepat dan dana yang tepat.
  5. Pengaruh masyarakat harus diberitahu dan dikonsultasi dengan teliti sehingga pilihan-pilihan permukiman dan pemberian kompensasi dapat dihitung.
  6. Pola-pola yang tepat dari organisasi masyarakat akan dipromosi dan keberadaan masyarakat serta lembaga-lembaga budaya dari pemukim dan tuan rumah (masyarakat lokal) dapat digunakan untuk maksud yang lebih luas dan besar. Pemukim akan terintegrasi secara ekonomi dan sosial kedalam penduduk lokal supaya pengaruh yang merugikan atas penduduk lokal diperkecil. Satu dari jalan menerima integrasi mungkin dengan memperluas keuntungan pembangunan untuk masyarakat lokal (host communities). 
  7. Kelompok-kelompok yang tidak memiliki bukti yang sah mengenai kepemilikan tanah tidak menjadi penghalang untuk pemberian kompensasi.
  8. Kompensasi terhadap pemukiman kembali, berupa biaya persiapan masyarakat dan program-program penghidupan, akan termasuk dalam harga dan keuntungan proyek.
  9. Jaminan waktu lebih baik yang tersedia dari sumber daya, jaminan pemenuhan dengan prosedur pemukiman kembali selama pelaksanaan, harga yang memenuhi syarat dari perumahan serta kompensasi mungkin dipertimbangkan dalam pinjaman keuangan bank jika proyek memintanya.


Kajian Pemukiman Kembali di Beberapa Negara
Kajian pemukiman kembali di beberapa negara dimaksudkan untuk mendapatkan kriteria konterkstual pelaksanaan pemukiman di negara tersebut dan sebagai bahan pembanding serta acuan analisis pemukiman kembali di Indonesia, adapun negara-negara yang dikaji adalah Malaysia, Cina, Bangladesh, India, dan Timur Tengah, dengan hasil kajian literatur di bawah ini:

1. Pemukiman kembali di Malaysia
Perencanaan pemukiman kembali di Malaysia dalam kerangka pengorganisasian dari Federal and Development Authority (FELDA) sangat menentukan dalam memberi gambaran keseluruhan tentang kelompok-kelompok petani. Perencanaan ini berlokasi relatif jauh dari keberadaan pinggiran desa (rural villages) and merupakan pemukiman kota yang baru (new urban settlements) dalam hubungan dengan pembaharuan besar stabilisasi pertanian (plantations). Tingkat pembangunan dari program pemukiman kembali yang mengesankan dan program FELDA dianggap sebagai sebuah contoh yang sangat sukses dari rencana pemukiman kembali pada negara-negara berkembang dalam menggunakan pendekatan pola ekonomi dan kestabilan politik. Pemerintah Malaysia melalui organisasi untuk orang miskin dan yang tidak memiliki tanah (organizing poor and landless people) dalam menjual produksi pertanian sudah melalui banyak penelitian sebagai sebuah model yang ideal untuk desa miskin (rural poverty). Organisasi FELDA sudah merubah sejumlah waktu sejak dimulainya program ini. Banyak muncul perubahan yang sejak diperkenalkan pada tahun 1980 hingga saat ini tahun 1990; perubahan ini diangap sebagai satu perubahan yang dramatis dalam konsep dasar dari program pemukiman kembali. Sebelum perubahan ini diperkenalkan, permukim (settlers) diharapkan untuk mengolah lahan sesudah membayar kembali bagian dari harga pembukaan. Dibawah sistim baru ini, lahan masih dikuasai oleh FELDA direncanakan sementara penarik para pekebun (estates) yang dikerjakan oleh buruh yang mendapat bayaran gaji dan bonus untuk memproduksi dan harga pasar dunia. Lebih dari itu harga pembangunan masyarakat akan tidak akan sangat jauh tertutup oleh beberapa dari aktivitas perdagangan baru FELDA.

Hubungan Buruh dan perumahan (property) diorganisir dengan cara yang berbeda selama pembangunan dilaksanakan oleh FELDA. Pada awalnya permukim diberikan sebidang lahan, masing-masing keluarga pemukim dialokasi sekitar 4 hektar lahan (cropland), sebuah rumah kecil dan sebidang kebun (garden). Pada awalnya merencanakan minyak sawit (oil palm), permukim dikerjakan pada sedikit tingkat sistem (apiece-rate system) dan dianggap sebagai pemilik dengan tidak dibenarkan untuk sebidang tanah istimewa. Pendapatan yang berbeda berpeluang hak untuk memilih orang yang menjadi kesayangannya (beberapa dari permukim membiayai pekerja-pekerja) berakibat pada ketidaksatuan dan rendahnya moral di antara permukim. Beberapa dari permukim disewa sebagai pekerja sewaan untuk kewajiban buruh mereka sementara pertambahan pendapatan mereka dari aktifitas lain didalam atau keluar dari rencana. (Lim Teck Ghee dan Dorall, 1992; Sutton, 1989). Diterjemahkan dari tulisan Oiling the Palms: Restructuring of Settlement Schemes in Malaysia and the New International Trade Regulations NIELS FOLD University of Copenhagen, Denmark,1998.

2. Pemukiman kembali di China
Dam-dam besar adalah komponen yang penting dari pembangunan infrastruktur di negara-negara kapitalis dan komunis. Pada tahun 1998, perubahan perilaku dunia pada dam-dam besar hal yang sudah pasti selama dua tahun. Komisi dunia tentang dam dan standar-standar dunia baru menuntut supaya proyek-proyek akan datang membayar adil penggantian sehingga pemukiman kembali menjadi sukarela. Setelah 10 tahun memperkenalkan reformasi ekonomi, China memobilisasi sumber dayanya untuk pembangunan dam-dam dunia yang lebih besar. Ini ambisi yang sangat untuk membendung sungai Yangtze di pusat Cina pada Tiga buah ngarai kecil yang curam dan menggunakan hydropower, diperbaiki ilmu pelayaran dan kontrol aliran untuk pembangunan ekonomi.

Dampak sosial ekonomi dari pembangunan 3 buah dam pada ngarai kecil yang curam pada 1,3 juta orang yang dialokasikan sementara Cina pada transisi untuk ekonomi pasar. Kita mempertimbangkan pemukiman kembali dalam pola-pola dari struktur pembuat keputusan, perumahan yang tepat dan insentif dan bagaimana proyek membuat masalah-masalah lebih buruk diciptakan oleh reformasi pasar, teristimewa peningkatan pengangguran dan kesehatan masyarakat memburuk. Kami menyimpulkan proyek adalah menaikan harapan ekonomi sementara pengaruh kerugian yang besar terhadap penduduk, dan ini akan mempengaruhi secara luas kerusuhan sosial dan perubahan pada akhirnya dalam lembaga-lembaga politik

Cina lebih dari 10 tahun masuk dalam liberalisme ekonomi (economic liberalization), sementara kembali pada Model Maoist dari pembuat keputusan pada tahun 1992 to menyetujui sebuah proyek pembangunan raksasa/The Three Gorges Dam (TGD).
Insentive dan kompensasi merupakan masalah yang utama dalam pemukiman kembali. Penduduk yang terkena proyek TGD diberi kompensasi dengan wajar sehingga melakukan pemindahan pemukiman dengan sukarela dan ini menyebabkan perubahan kehidupan menjadi lebih baik seperti penjelasan dibawah ini : 
Biasanya pembayaran yang benar kepada pemukim kembali secara sukarela; Sifat sukarela dapat dicapai ketika kompensasi membuat orang-orang hidup lebih baik. Seperti diperlihatkan pada gambar dibawah ini, harga akan dinegosiasi pada pembayaran kompensasi P2, pada titik ini yang mana orang-orang yang terusir acuh tak acuh untuk tinggal atau meninggalkan lingkungan dan kehidupan mereka. Model yang disarankan supaya individu akan kepastian tinggal pada P1 , akan menjadi tidak tertarik untuk apakah bergerak atau tinggal pada P2 dan akan mempunyai insentif ekonomi untuk bergerak pada P3. Pembayaran pada P1 dibawah dari kompensasi(under-compensates). Untuk menyebabkan pemukiman kembali secara sukarela (voluntary resettlement), pembayaran kompensasi akan menjadi tawaran diatas pengabaian (indifference) pembayaran P2 tetapi dibawah P3 (that is, within the P3 2P2 zone of negotiation). Ini akan sesuai dengan aspirasi dari individu-individu untuk menjadi lebih baik. Bagaimanapun, titik-titik ini akan menjadi dasar dari nilai rata-rata untuk kelompok-kelompok dan kita akan mengharapkan pertimbangan variasi didalam titik dari pengabaian (indifference) untuk individu, tetap didalam rumahtangga yang sama. Beberapa tidak akan ingin untuk berpindah. Tentu, seperti kurang beruntung( “willing-ness) untuk bergerak pada analisis diatas mempermudah dengan keuangan (monetarizing) dasar dari segala pilihan dan mengabaikan kemungkinan dari dibumbungkannya tingkat P2 seperti bagian dari sebuah minat tersendiri (self-interested) strategi permainan (“game”) supaya mungkin dimainkan jika petani mengharapkan dibawah dari kompensasi (under-compensated). Kita juga sadar bahwa beberapa faktor dipertimbangkan oleh permukim tidak hanya nilai uang.
Tingkat Pembayaran Kompensasi Untuk Pemukiman Kembali (Sleigh, 2000)
Tingkat Pembayaran Kompensasi Untuk Pemukiman Kembali (Sleigh, 2000)
 Dua faktor penting akan berjalan tak menyenangkan pada situasi sekitar. Pertama, Organisasi internasional dengan banyak pengetahuan, pengalaman dan and keahlian dalam pemukiman kembali, Bank Dunia menyiapkan latihan dampak perubahan sosialnya. Komisi-Komisi Dunia Dam yang baru (World Commission on Dams (WCD)) tentu akan mengumpulkan standar-standar yang tinggi ketika membuat laporan pada bulan Mei tahun 2000. Standar-standar ini boleh menuntut supaya proyek-proyek dam menjamin pengaruh dam terhadap orang-orang adalah lebih baik dan lebih banyak pemukiman kembali secara sukarela. Kedua, umpan balik dari lembaga-lembaga dari pengaruh Three Gorges penduduk adalah langsung, sehingga strategi geografi dan politik, itu akan memimpin untuk sebuah perubahan mendasar dari kebijakan pemukiman kembali di China.

Diterjemahkan dari tulisan Resettlement for China’s Three Gorges Dam: socio- economic impact and institutional tensions Sukhan Jackson, Adrian Sleigh, Department of Economics, University of Queensland, St Lucia, Queensland, Australia Australian Center for International and Tropical Health and Nutrition, Medical School, University of Queensland, Herston, Queensland, Australia.

3. Pemukiman kembali di Bangladesh
Pendekatan permidahan dan pemukiman kembali. Pemerintah Bangladesh harus mengakui kebutuhan untuk memperbaiki perundang-undangannya, lebih baik membuat kompensasi dan sebuah kerangka kelembagaan untuk mendukung masyarakat yang terpengaruh oleh proyek pembangunan. Persepsi dari pemukiman kembali sekarang ini sangat dipengaruhi oleh dua faktor Zaman M. Q, 1996, Development and Displacement in Bangladesh (Toward a Resettlement Policy), The Regents of University of California yaitu:

  • Bangladesh adalah sebuah negara yang pada penduduknya, banyak upaya oleh pemerintah untuk menyediakan tanah (“land and land”) dan sebidang rumah serta pekarangannya untuk PAP’s yang merupakan tempat permindahan untuk orang-orang. Sangat sedikit tanah pemerintah yang disiapkan untuk keperluan pemukiman kembali.
  • Sebagai awal sebutan, di dalam daratan banjir dan daerah lautan, orang -orang kehilangan tanah dan rumah untuk mengganti jalannya sungai. Menurut sejarah, tempat-tempat itu sudah menggunakan mekanisme tradisional, hubungan kekeluargaan, pertalian garis keturunan ayah dan dukungan masyarakat untuk mengatasi dengan terjadinya penyakit ini. Sebagai akibat, kedua otority lokal dan nasional menganggap pemindahan mampu dari perumahan mereka sendiri.


Padahal seharusnya pemerintah tidak boleh bersikap demikian walaupun mereka sudah terbiasa mengatasi masalah mereka sendiri tetapi pertanggunganjawab moral pemerintah harus bisa membedakannya disebabkan oleh proyek pembangunan pemukiman kembali punya perlakuan yang beda.

Berdasarkan kondisi tersebut di atas maka ada dua langkah utama yang harus dilakukan terhadap sebuah kebijakan pemukiman kembali yaitu :

  1. Pemerintah membentuk sebuah National Task Force on Resettlement yang konsisten spesialis untuk pemukiman kembali, pegawai-pegawai tinggi pemerintah, dan perwakilan negara donor, PAP’s dan NGO’s untuk menguji bagaimana persiapan dan implementasi kebijakan pemukiman kembali yang terbaik. Task Force akan merekomendasi metode terbaru untuk menilai perumahan dan kehilangan, dan menetapkan jalan terbaik untuk memenuhi kebutuhan PAPs berdasarkan keterangan di sekitar dari Bangladesh. 
  2. Pemerintah mengorganisir sebuah Workshop atas Resettlement dengan memasukan, antara lain PAP’s dan NGO’s untuk mendiskusikan semua aspek dari perolehan tanah, kompensasi dan partisipasi lokal dengan pertanggungan jawab pemerintah untuk memperbaikinya dalam eksisting kebijakan, perencanaan dan implementasi.


Selanjutnya Serageldin (1995) seperti yang dikutip oleh Cernea (1997:15) menuliskan bahwa kunci dari pemukiman kembali adalah pendekatan yang berpusat kepada manusia bukan kepada pendekatan kompensasi perumahan:
“The key to development-oriented resettlement is to adopt a people-centered approach, not a property-compensation approach “
Oleh karena itu tantangan dari pemukiman kembali adalah bagaimana menemukan tujuan - tujuan baru, pendekatan dan metode yang baru :
“The challenge to resettlement practice worlwide, today, is to adopt a new concept of resetlement goals, a new approach, and new methodologies. What we have had until recently, and in fact still have in many developing countries, are typically “minimalist, residualist, or welfarist approaches” (Mardsen, 1997).

Daftar Pustaka:
Asian Development Bank, Involuntary Resettlement, 1995
Cernea Michael, The Risk and Reonstruction Model for Resettling Displaced Population, The World Bank, Washington, DC, U.S.A, 1997.

Sumber:
Thobias (2003), Kebijakan Pemukiman Kembali Pengungsi Di Perbatasan Indonesia-Timor Leste (Studi Kasus: Kecamatan Tasifeto Timur, Kabupaten Belu, Provinsi Nusa Tenggara Timur), Tesis-S2 Universitas Deponegoro Tahun 2003+
Artikel Terkait lainnya:


--- --- --- ---
Untuk mendapatkan Versi Lengkap dari Abstraksi Penelitian ini, plus 766 judul penelitian terkait lainnya, silahkan kunjungi Halaman Cara Pembelian File Kampus, dan Halaman Harga File Kampus.
Alamat Facebook File Kampus:

Post a Comment for "Pemukiman Kembali (Involuntary Resettlement)"